BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa
ini agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.
Agama tidak
boleh hanya sekedar menjadi lambing kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan
dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan
terhadap agama demikian itu dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini
banyak menggunakan pendekatan teologis normative dilengkapi dengan pemahaman
agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual,
dapat memberikan jawaban terhadap maslah yang timbul.
Berkenaan
dengan pemikiran diatas, maka dalam makalah ini pembaca akan diajak untuk
mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal
demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama
secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui
berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh
masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah
kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
1.2
Rumusan Masalah
a. Apa pengertian pendekatan-pendekatan
tersebut?
b. Apa saja pendekatan dalam memahami
agama?
1.3
Tujuan
a. Mengerti makna pendekatan-pendatan dalam
memahami agama.
b. Mengetahu macam-macam pendekatan dalam
memahami agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Islam dan Agama
Dalam
study keagamaan sering dibedakan antara kata religion dengan kata religiosity.
Religion yang biasa dialihbahakan menjadi agama, yang mencerminkan sikap
keberagamaan atau kesalehan hidup berdasarkan nulai-nilai ketuhanan.
Sedangkan
religiositas mengarah pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang
berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Istilah yang tepat
sebenarnya bukan religiositas melainkan spiritualitas. Yang lebih menekankan
substansi nilai-nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkkan diri dari
formalism keagamaan. Biasanya, orang yang merespon agama dengan menekankan
dimensi spiritualitasnya cenderung bersikap apresiatif terhadap nilai-nilai
luhur keagamaan, meskipun berada dalam wadah agama lain. Sebaliknya, ia merasa
terganggu oleh dinilainya akan menghalangi berkembangya nilai-nilai moral
spiritual keagamaan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui kebenaran agama
bukan hanya pada dataran eksoterik, melainkan juga dari dataran esoteric.
Eksklusivisme
melahirkan pandangan bahwa ajaran yang paling benar hanyalah agama yang
dipeluknya. Agama lain sesat dan wajid dikikis, atau pemeluknya dikonversi.
Karena, baik agama maupun pemeluknya, dinilai terkutuk dalam pandangan Tuhan.
Inklusivisme
berpandangan bahwa diluar agama yang dianutnya, juga terdapat kebenaran
meskipun tidak seutuh dan sesempurna agama yang dipeluknya.
Puralisme
berpandangan bahwa secara teologis, pluralitas agama dipandang sebagai suatu
realitas niscaya yang masing-masing berdiri sejajar sehingga semangat
misionaris atau dakwah dianggap tidak relevan.
Universalisme
beranggapan bahwa pada dasarnya semua agama adalah satu dan sama. Hanya karena
faktor historis-antropologis, agama kemudian tampil dalam format plural.
Di
Negara Indonesia, kelihatannya umat islam masih didominasi pandangan
eksklusivisme. Hal ini, disatu sisi dipandang wajar, karena warisan historis
tentang persentuhan islam, Kristen. Oleh karena itu, kita perlu
mempertimbangkan format-format lain sebagai alternative wajah keberagaman islam
di Indonesia.
2.2
Pendekatan-pendekatan di Dalam
Memahami Agama
Dalam
memahami ataupun mempelajari agama diperlukan beberapa cara atau pendekatan. Beberapa
pendekatan terkait studi dalam memahami agama, antara lain :
A.
PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF
Pendekatan
teologis normative dalam harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
bahwa wujud empiik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya.Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi
sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak mengacu kepada agama
tertenu.Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi
serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku
bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran
teologis. Pendekatan teologi dalam studi agama adalah pendekatan ima untuk
merumuskan kehendak tuhan berupa wahyu yang disampaikan kepada para nabinya
agar kehendak Tuhan dapat dipahami secara dinamis dalam konteks ruang dan
waktu.Pendekatan teologi dalam studi agama disebut juga pendekatan normative
dari ilmu-ilmu agama itu sendiri.Secara umum, teologi atau normative dalam studi
agama bertujuan untuk mencari kebenaran dari suatu ajaran agama atau dalam
rangka menemukan pemahaman atau pemikiran keagamaan yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan secara normative.
Dalam
pendekatan teologi ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari
Tuhan.Tidak ada sedikitpun kekurangan dan tampak bersikap ideal.Dalam kaitan
ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama
islam misalnya, secara normative pasti benar. Menjunjung nilai-nilai
luhur.Untuk bidang social, agama tampil menawarkan nilai kemanusiaan,
kebersamaan, kesetiakawanan, tolongmenolong, tenggang rasa, persamaan derajat
dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menwarkan keadilan,
kejujuran, dan salinh menungtungkan yang diketahui satu sama lain. Untuk bidang
pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan
dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan
sebagainya.Demikian untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik
dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang membangun berasarkan
dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.
B.
PENDEKATAN ANTROPOLOGIS
Pendekatan
antropologis dalam memahami agama dapat diartkan sebagai salah satu upaya untuk
memahami ahama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Cara-cara disiplin ilmu antropologi dalam melihat
suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.Antropologi dalam kaitan ini
sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung,
bahkan sifatnya partisipatif.Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang
sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan
dalam pengamatan sosiologis.
Sejalan
dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama
dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi
ekonomi dan politik.Golongan masayarakat yang kurang mampu dan golongan miskin
pada umumnya, lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaannya yang bersifat
mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan social kemasyarakatan.Sedangkan
golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat
yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
Dimana
menurut Karl Marx (1818-1883) agama bisa disalahfungsikan oleh kalangan
tertentu untuk melestarikan status peran tokoh-tokoh agama yang mendukung
system kapitalisme di eropa yang beragama Kristen.Lain halnya dengan Max Weber
(1964-1920), dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran protestan dengan
munculnya semangat kapitalisme modern.Melalui pendekatan antropologi ini, dapat
dilihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan
ekonomi suatu masyarakat.
Pendekatan
antropologis seperti itu diperlukan, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan
agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis.
Dalam al-qur’an al-karim, sebagai sumber utama ajaran islam misalnya kita
memperoleh tentang kapal nabi nuh di gunung Arafat, kisah ashabul kahfi yang
bisa bertahan hidup tiga ratus tahun dalam goa. Dimana bangkai kapal itu, dan
dimana keberadaan goa itu sekarang.Itu hal yang menakjubkan, ataukah itu hanya
hal fiktif.Tentu masih banyak lagi contoh yang hanya dapat dijelaskan dengan
bantuan ahli geografi dan arkeologi.
C.
PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba
menegerti sifat dan maksut hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta
berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya.
Keyakinan yang yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam
tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu, Soerjono Soekanto mengartikan
sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan
penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kea rah mana sesuatu seharusnya berkembang
dalam artimemberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan
kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu ini juga
dibahas tentang proses-proses social mengingat bahwa pengetahuan perihal
struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata
mengenai kehidupan bersama manusia.
Dari
dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta
berbagai gejala social lainnya yang saling bersangkutan. Dengan ilmu ini suatu
fenomena social dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya
hubungan, mobilitas social serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya
proses tersebut.
Sosiologi
dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama.Hal demikian
dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami
secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu
sosiologi. Dalam agama islam dapat dijumpai peristiwa Nabu Yusuf yang dahulu
budak lalu akhirnya bisa menjadi penguasa Mesir. Mengapa dalam melaksanakan
tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun, itu salah satu
contohnya.Peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan
hikmahnya dengan bantuan social.Tanpa ilmu social peristiwa-peristiwa tersebut
sulit dijelaskan dan sulit untuk pula dipahami maksudnya.Disinilah letaknya
sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajarab agama.
Pentingnya
pendekatan sosiologi ini dalam memahami agama, ini mendorong kaum agama
memahami ilmu-ilmu social sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya
yang berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa
besarnya perhatian agama yang dalam hal ini islam terhadap masalah social, dengan
mengajukan lima alasan sebagai berikut:
Pertama, dalam
Aquran atau kitab hadits, proporsi terbesar kedua sebagai sumber hokum islam
berkenaan dengan urusan muamalah.
Kedua, bahwa
ditekankannya masalah muamalah dalam islam ialah adanya kenyataan bahwa bila
urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka
ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan),
melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga,bahwa ibadah
yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lenih besar daripaa ibadah
yang bersifat perseorangan.
Keempat,dalam
islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau
batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan masalah social.
Kelima, dalam
islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat
ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
D.
PENDEKATAN FILOSOFIS
Secara
harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu, dan hikmah.Selain itu filsafat dapat diartikan pula mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas, hokum dan sebagainya terhadap segala yang
ada dialam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu.
Pengertian falsafah
yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba.Menurutnya
filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal
dalam rangka mencari kebenaran, inti hikmah atau hakikat mengenai segala
sesuatu yang ada.
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa filsafat
pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada dibalik objek formalnya.Fisafat mencari sesuatu mendasar, asas,
inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah.
Berpikir secara filosofis selanjutnya dapat digunakan
dalam memahami ajaran agama, dengan maksut agar hikmah, hakikat atau inti
ajaran agama dapat dmengerti secara saksama.Dengan menggunakan pendekatan
filosofis ini seseorang dapat memberi makna terhadap sesuaru yang dijumpainya,
dan dapat menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan cara
demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa
kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakinmampu menggali
makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap
penghayatan dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.Melalui pendekatan
filosofis ini seseorang tidak akan terjebak pada pengamatan agama yang bersifat
formalistic, yakni dengan mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak
memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti.
E.
PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah
atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut.Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak menukik alam
idealis kealam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang
akan melihat kesenjangan atau keselarasan antara terdapat alam idealis dengan
yanf ada dialam empiris dan historis.
Pendekatan sejarah ini
umat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama turun dalam situasi yang
konkret bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatn. Dalam hubungan
Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal
ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-Qur’an, ia
sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan alquran terbagi
menjadi dua bagian, yang pertama, berisi konsep-konsep dan kedua berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam
analisis ilmu pendidikan islam dilihat dari latar belakang historis, yang
berarti menempatkan sasaran analisis pada fakta-fakta sejarah umat islam yang
berawal dari Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah Saw. sejak pengangkatan
Muhammad SAW menjadi utusan Allah, tahap awal dari proses pendidikan islam
dimulai yaitu tahun ke 13 hijrah ke madinah, pada waktu nabi berusia 40 tahun.
Selain
itu, dengn pendekatan historis ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya brkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang
tidak akan tersesat dalam memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seperti seseorang yang memahami alquran secra benar mengenai kejadian yang
mengiringi turunnya alquran.
F.
PENDEKATAN KEBUDAYAAN
Dalam
kamus bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan
penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan
berarti pula kegiatan (usaha) batib (akal budi) dan sebagainya untuk
menciptakan sesuatu yang termasuk kasil kebudayan. Sementara itu, sutan takdir
alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh yang kompleks, yang
terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni,
hokum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan
tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para
pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.Kebudayaan
yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang
terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang
menggejala di masyarakat.Pengalaman agama yang terdapat didalam masyarakat
tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui
penalaran. Kita misalnya membaca kitab fiqh, maka fiqh yang merupakan
pelaksanaan dari nash alquran maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan
kemampuan manusia. Dengan demikian agama menjadi membudaya atau membumi di
tengah-tenah.Demikian agama yang dalam bentuknya itu berkaitan dengan
kebudayaan yang berkembang dimasyarakat tempat agama itu berkembang.Dengan
melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang dapat mengamalkan ajaran
agama. Kita misalnya menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat
dan sebagainya.Dalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut dalam
pengamalan agama. Sebaliknya, tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit
dilihat sosoknya secara jelas.
G.
PENDEKATAN PSIKOLOGI
Psikologi
atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
perilaku yang diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang
tampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi olh keyakinan yang dianutnya.
Seseorang yang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua
orang tua,
gejala-gejala keagamaan
yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Dengan ilmu ini, jiwa seseorang
akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan
seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama dalam jiwa
seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini akan menemukan cara
yang tepat dan cocok untk menanamkannya.
Psikolog
agama sebagai cabang dari psikologi menyelidiki agama sebagai gejala
kejiwaan.Penyelidikan agama sebagai gejala kejiwaan memiliki peran penting
mengingat persoalan agama yang paling mendasar adalah persoalan
kejiwaan.Manusia meyakini dan mati berserah diri kepada Tuhan.Melakukan upacara
keagamaan, berdoa, rela berkorban dan rela hidupnya dikendalikan oleh
norma-norma agama adalah persoalan kejiwaan. Agama dan psikolog memiliki tujuan
yang sama, yaitu agar manusia sehat dan cerdas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
:
Dari seluruh uraian
diatas mengenai pendekatan-pendekatan dalam memahami agama, tidak hanya cukup
dengan membaca ataupun mendengar suatu peristiwa yang kontemporer dari orang
lain. Melainkan dengan berupaya unutk berusaha mencari ilmu dan sumbernya telah
terbukti kebenarannya.Yaitu dengan melakukan beberapa pendekatan yang telah
diuraikan diatas.
3.2 Saran :
Jangan membiasakan diri
kita untuk berpangku tangan dengan orang lain. Berusaha sendiri meskipun
hasilnya sedikit, tapi akan memberikan rasa bangga terhadap diri sendiri.
Seperti halnya kita dalam memahami agama, dengan selalu berusaha mencari
kebenarannya dari sumber atau media yang telah tersedia dan terbukti
kebenarannya. Dengan ilmu dan pengetahuan yang ada akan memberikan kemudahan
bagi kita dalam mengimplementasikan ilmu untuk kehidupan sehari-hari tanpa
takut salah. Karena kita telah mempelajari kebenarannya terlenih dulu sebelum
melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Atang Abd. Hakim, M.A. Dr. Jaih
Mubarok, Metodologi Studi Islam, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2012.